Minggu, 11 November 2012

Antara Akidah dan Globalisasi



Antara Akidah dan Globalisasi


KEHIDUPAN masyarakat dunia telah menggelindinig dan mewarnai bak bergulir roda berputar, juga berimbas pada kehidupan masyarakat muslim di senatero dunia. Hidup ke-barat-barat-an bercampur aduk dan corang morengnya dalam komunitas muslim, terutama banyaknya peranan sarjanawan islam didikan barat yang ikut ambil andil dalam mengaburkan konsep-konsep keislaman yang benar. Pesatnya perkembangan tekhnologi telah berhasil mengikis moral dan akhlak ummat serta merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, bahkan beragama.

Guna merespon segala dampak negatif dari globalisasi, sangat diperlukan adanya langkah-langkah antisipatif untuk menyikapi pendangkalan akidah akibat globalisasi tersebut. Di mana, secara gamblang pihak Barat berusaha untuk melepaskan diri dari kehidupan beragama, kehidupan yang tak terikat dengan nilai-nilai keagamaan dan kehidupan yang mengedepankan akal manusia semata. Sehingga pandangan hidup manusia terhenti pad aihwal keduaniaan, keyakinan terhadap kehidupan dunia meluntur bersama ketidakyakinan pada nilai-nilai agama yang dianutinya.

Karena, keyakinan yang kuat merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam beragama, jika keyakinan tersebut luntur dari jiwa-jiwa pemeluk agama, hanyalah sifat keragu-raguan yang tersisa. Kehidupan keagamaan tidak bisa diukur dengan akal melainkan membutuhkan sebuah keyakinan bagi tiap pemeluknya. Di kala keyakinan tidak tumbuh dari masyarakat maka agama dinafikan, bahkan diwacanakan bahwa agama hanya mimpi dan ilusi belaka, agama adalah pelarian bagi orang-orang yang malas serta hanaya sebuah candu.

Dalam hal ini, peran pemerintah, masyarakat umum dan bahkan pemuda sebagai genarasi penerus bangsa yang bahkan menjadi patokan untuk perubahan dalam mengatasi pendangkalan akidah yang dilakoni melalui globalisasi. Dalam hal ini, bagaimana sikap pemerintahan dan peran pemuda di masyarakat dalam menghadapi, cara dan sikap apa yang harus dilakukan pemerintah dan para pemuda untuk mengatasinya.

Berangkat dari deskripsi di atas, perlu diadtikulasikan bahwa globalisasi suatu tindakan atau proses yang menjadikan sesuatu menjadi mendunia (universal), baik dalam lingkup maupun aplikasinya. "The act of process or policy making something worldwide in scope or aplication" yang menurut pengertian The American Heritage Dictionary, di mana dalam persaingan bebas bentuk apapun, yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan mati sendiri.

"Kunna nahnu jahiliyyah, na'budul ashnam, wa na'kulul maitah, wa nuqat-ti'ul arham, wa nusi-ul-jiwaar, wa nakkulul qawiyyu minna dha'ifun minna", artinya: Kami masyarakat jahiliyyah, yang kuat dari kami berkemampuan menelan yang lemah di antara kami", begitulah ungkapan Ja'far bin Abi Thalib dalam Al Islam Ruhul Madaniyah, Musthafa al Ghulayaini.

Kehidupan sosial jahiliyyah itu telah dapat diperbaiki dengan kekuatan Wahyu Allah, dengan aplikasi syari’at Islam berupa penerapan ajaran tauhid ibadah dan tauhid sosial. Ini suatu bukti tamaddun pendekatan historik yang merupakan keberhasilan masa lalu (the glory of the past), sesuai Firman Allah, “Demikian itulah umat sebelum kamu. Bagi mereka amal usahanya, dan bagi kamu amal usahamu.” (Q.S. 2: 141).

Zaman senantiasa mengalami perubahan. Yang kekal hanyalah Sunnatullah wa Sunnaturrasul, aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, Maha Pencipta. Memasuki alaf ke tiga atau abad dua puluh satu, ditemui suatu kenyataan, terjadinya lonjakan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pesat, ditandai dengan lajunya teknologi komunikasi dan informasi. Era globalisasi akan terjadi perubahan-perubahan cepat, dunia akan transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Sehingga terjadilah pendangkalan akidah. Hubungan komunikasi, informasi, transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat, sebagai akibat dari revolusi industri, hasil dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Globalisasi menyangkut langsung kepentingan sosial masing-masing dan masing-masing akan berjuang memelihara kepentingannya, dan cenderung tidak akan memperhatikan nasib yang lain. Kecenderungan ini bisa melahirkan kembali “Social Darwinism“. Dan ini kita rasakan kini dampaknya ketika dunia dilanda ambruknya sistim ekonomi kapitalis yang berbuah dengan krisis financial global.

Kondisi ini mirip dengan kehidupan sosial budaya masyarakat jahiliyah, antara lain mengagungkan materi (berhala), mengabaikan kaedah-kaedah halal-haram, memutus hubungan silaturrahim, berbuat anarkis dan kegaduhan terhadap masyarakat (tetangga, bangsa, negara), yang kuat menelan yang lemah, dan disinilah terjadi pendangkalan akidah besar-besaran.

Globalisasi mengakibatkan penurunan moralitas bangsa akibat kemajuan yang tidak diimbangi dengan spritual, globalisasi membawa perubahan perilaku, terutama pada generasi muda (remaja). Selain itu, dampak globalisasi yang menyebabkan pendangkalan akidah, globalisasi membawa banyak tantangan (sosial, budaya, ekonomi, politik dan bahkan menyangkut setiap aspek kehidupan kemanusiaan).

Masalah yang dihadapi kaum pemuda diantaranya, pergaulan asusila di kalangan pelajar dan mahasiswa. Pornografi yang susah dibendung, kalangan remaja dijangkiti kebiasaan dan kesukaan terhadap minuman keras, kecanduan terhadap ekstasi, menjadi budak kokain dan morfin, kesukaan judi dalam urban popular culture dan sejenisnya.

Para remaja cenderung bergerak menjadi generasi buih terhempas dipantai menjadi "dzurriyatan dhi’afan", suatu generasi yang bergerak menjadi "the loses generation" dan tidak berani ikut serta di dalam perlombaan ombak gelombang samudera globalisasi. Atas kemunduran moral dan akhlak atau bisa dikatakan sebagai pendangkalan akidah diakibatkan oleh penyimpangan perilaku.

Bergesernya fungsi lembaga pendidikan menjadi ajang bisnis dan lapak para koruptor, hilangnya tokoh panutan, berkembangnya kejahatan orang tua serta pola  politik pendidikan yang rusak sistem, impotensi di kalangan pemangku adat, luputnya tanggungjawab lingkungan masyarakat dan lain sebagainya memudahkan terjadinya pendangkalan akidah yang diiringi dengan pengaruh globalisasi tekhnologi.

Lahirnya berbagai krisis nilai menyangkut etika individu dan berubah drastis sikap sosial diakibatkan oleh hilangnya keseimbangan moralitas masyarakat. Ukuran nilai menjadi kabur yang bermula pada bergesernya pandangan luhur yang begitu kencang ke arah tidak acuh yang disertai dengan mentolerir krisis konsep pandang cara hidup secara ekstrim.

Pergaulan orang tua, guru dan muballigh di mimbar kehidupan mengalami kegoncangan wibawa, erosi kepercayaan dengan kridebilitas mengalami krisis serius, cerminan idealitas masyarakat yang tidak bisa dipertahankan. Perilaku a-moral tersebut lahir karena lepas kendali dari nilai-nilai agama, menyimpang jauh dan keluar dari alur akhlak mulia, atau menjauh dari adat istiadat warisan leluhur dan budaya bangsa. Kondisi ini pula yang melahirkan perubahan buruk terhadap generasi bangsa khususnya kaum muda dan menjadikan dunia pendidikan pada umumnya mendapat cercaan dan lapak korupsi.

Generasi muda akan menjadi aktor utama dalam pentas kesejagatan (millenium ketiga). Karena itu, generasi muda harus dibina dengan budaya yang kuat berintikan nilai-nilai dinamik yang relevan dengan realiti kemajuan di era globalisasi. Generasi masa depan yang diminta lahir dengan budaya luhur (tamaddun), berpaksikan tauhidik, kreatif dan dinamik, memiliki utilitarian ilmu berasaskan epistemologi Islam yang jelas, tasawwur (world view) yang integratik dan ummatik sifatnya (bermanfaat untuk semua, terbuka dan transparan).

Sebagai generasi penerus dan pewaris dengan kepemilikan ruang interaksi yang jelas, diharapkan pemuda menjadi agen sosialisasi yang menggerakan survival kehidupan ke depan. Daya kreatif dan inovatif kerjasama berdisiplin yang kritis dan dinamsi menjadi suatu perpaduan kalangan muda, dan didukung dengan vitalitas tinggi yang dimilikinya. Memahami nilai luhur yang tidak mudah dibawa arus dalam realita baru di era kesejagatan serta siap bersaing dalam knowledge based society.

Individu berakhlakul karimah yan berpegang pada nilai-nilai mulia keimanan dan taqwa akan membentuk jati diri yang jelas sebagai genarasi yang menjaga destiny secara hakekatnya. Kekuatan spritualitas yang dipahami dan diamalkan dalam ajaran islam akan memberikan motivasi emansipatoris dalam mewujudkan kemajuan fisik-material tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks kepatuhan dan taat bragama akan berkembang menjadi pasti sebagai agen perubahan sekaligus motivator yang bergantung kepada Allah SWT.

Kekuataan bagi ummat akan kuat jika terjadi kolaborasi kekuatan hubungan rohaniyah spritual emosional dengan keimanan dan ketaqwaan. Secara hubungan struktural fungsional akan lebih bertahan lebih rendah berahan, sehingga diperlukan genarasi yang wajib mentaati.

Upaya dalam hal ini bisa saja diakukan dengan cara-cara seperti memperkayakan kembali warisan busaya dengan setia mengikuti dan mempertahankan dan bertumpu kepada cita rasa patah tumbuh hilang berganti, istiqamah pada agama yang dianutinya dengan menanamkan aqidah shahih (tauhid), perlu ditularkan ilmu pengetahuan yang segar dengan tradisi luhur, menanamkan kesadaran tanggungjawab terhadap hak dan kewajiban asasi individu secara amanah dan memunculkan sikap penyayang dan adil dalam memelihara hubungan keharmonisan dengan alam.

Di sisi lain, jika terpisahnya sains dari aqidah syariah dan akhlak akan melahirkan saintis tak bermoral agama, yang mengakibatkan konsekwensinya ilmu banyak dengan sedikt kepedulian. Bijak dalam memilih prioritas pada yang hak sebagai nilaipuncak budaya islam yang benar, sesuatu akan indah bersama kebenaran, terutama ketiaka melazimkan musyawarah dengan disiplin.

Dengan demikian, peran yang amat krusial dari sinergitas yang mesti terbangun antara ulama dan umara di dalam mengatasi kemelut penyakit masyarakat yag berdampak dari pengaruh globalisasi dengan mengamalkan bimbingan agama islam ang kaffah. Karena, budaya adalah wahana kebangkitan bangsa dan agama, maju mundurnya suatu bangsa ditentukan oleh kekuatan budayanya. Generasi yang mampu mencipta akan menjadi syarat utama keunggulan. Keutuhan budaya bertumpu kepada individu dan masyarakat yang mampu mempersatukan seluruh potensi yang ada. Sungguh suatu nikmat yang wajib disyukuri. “Lain syakartum la adzidannakum“, bila kamu mampu menjaga nikmat Allah SWT (syukur), niscaya nikmat itu akan ditambah.

0 komentar:

Template by:

Free Blog Templates